Tugas 4 - Kesehatan Mental
Nama : Ablina Pratia Ningrum
Kelas : 2PA16
NPM : 10514081
A.
Hubungan Interpersonal
Hubungan
interpersonal adalah dimana ketika kita berkomunikasi, kita bukan sekedar
menyampaikan isi pesan, tetapi juga menentukan kadar hubungan interpersonalnya.
Jadi ketika kita berkomunikasi kita tidak hanya menentukan content melainkan
juga menentukan relationship.
Dari segi
psikologi komunikasi, kita dapat menyatakan bahwa makin baik hubungan
interpersonal, makin terbuka orang untuk mengungkapkan dirinya; makin cermat
persepsinya tentang orang lain dan persepsi dirinya; sehingga makin efektif
komunikasi yang berlangsung diantara komunikan.
1)
Teori yang menjelaskan mengenai hubungan
interpersonal, yaitu:
-
Model Pertukaran Sosial
Model ini
memandang hubungan interpersonal sebagai suatu transaksi dagang. Orang berhubungan
dengan orang lain karena mengharapkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya. Thibault dan Kelley, dua orang pemuka dari teori
ini menyimpulkan model pertukaran sosial sebagai berikut: “Asumsi dasar yang mendasari seluruh analisis
kami adalah bahwa setiap individu secara sukarela memasuki dan tinggal dalam
hubungan sosial hanya selama hubungan tersebut cukup memuaskan ditinjau dari
segi ganjaran dan biaya“.
-
Analisis Transaksional
Secara singkat
Berne mendefinisikan pengertian dari analisis transaksi sebagai: “Ein
Transaktions-Stimulus plus eine Transaktions-Reaktion” (Joines dalam
Eschenmoser, 2008:23).Pernyataan ini berarti bahwa sebuah transaksi terdiri
dari sebuah stimulus dan sebuah reaksi. Dengan kata lain, syarat terbentuknya
sebuah transaksi adalah adanya hubungan timbal balik antara stimulus yang
diungkapkan penutur dan respon yang diungkapkan oleh lawan bicaranya.
2)
tiga faktor yang mempengaruhi penilaian atau ketertarikan interpersonal (interpersonal
attraction), yaitu faktor internal, eksternal, dan interaksi.
a.
Faktor Internal
Faktor internal (dari dalam diri kita) meliputi dua
hal, yaitu kebutuhan untuk berinteraksi (need for affiliation) dan
pengaruh perasaan.
o
Kebutuhan untuk berinteraksi (need
for affiliation)
Kadang kita ingin berinteraksi
dengan orang lain, namun kadang kita memilih untuk seorang diri. Menurut
McClelland, kebutuhan berinteraksi adalah suatu keadaan di mana seseorang
berusaha untuk mempertahankan suatu hubungan, bergabung dalam kelompok,
berpartisipasi dalam kegiatan, menikmati aktivitas bersama keluarga atau teman,
menunjukkan perilaku saling bekerja sama, saling mendukung, dan konformitas.
Seseorang yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi, berusaha mencapai
kepuasan terhadap kebutuhan ini, agar disukai, diterima oleh orang lain, serta
mereka cenderung untuk memilih bekerja bersama orang yang mementingkan
keharmonisan dan kekompakan kelompok.
o
Pengaruh Perasaan
Sebuah penemuan (dalam Baron
& Byrne, 2008) menunjukkan bahwa orang asing akan lebih menyukai jika kita
mengucapkan kalimat positif, umpamanya “Kamu memiliki anjing yang bagus”
dibandingkan kalimat negatif “Dimanakah kamu menemukan anjing yang buruk itu?”.
Contoh ungkapan kalimat positif dan negatif tersebut menunjukkan bahwa jika
kita membuat orang lain senang ketika kita berjumpa dengannya, maka interaksi
akan lebih mudah terjalin. Sebaliknya, ketika kita berjumpa dengan seseorang
namun kita membuat perasaannya negatif (kesal atau marah), maka orang tersebut
juga akan lebih sulit untuk berinteraksi dengan kita.
Contoh lain, penelitian dari
Byrne (1975), dan Fraley & Aron (dalam Baron & Byrne, 2006) menunjukkan
bahwa dalam berbagai situasi sosial, humor digunakan secara umum untuk
mencairkan suasana dan memfasilitasi interaksi pertemanan. Humor yang
menghasilkan tawa dapat membuat kita lebih mudah berinteraksi, sekalipun dengan
orang yang belum dikenal.
b.
Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang mempengaruhi dimulainya suatu
hubungan interpersonal adalah faktor kedekatan(proximity) dan daya
tarik fisik.
o
Faktor Kedekatan (proximity)
Orang Jawa bilang, “witing
tresno jalaran soko nglibet eh kulino” yang maknanya, “ketika kita
sering bertemu dengan orang di sekitar kita, maka kita akan terbiasa melihat
orang tersebut dan memungkinkan kita untuk menjadi lebih dekat, dan akhirnya
saling jatuh cinta.” Menurut Miller & Perlman (2009), kita cenderung
menyukai orang yang wajahnya biasa kita kenali dibandingkan dengan orang yang
wajahnya tidak kita kenal.
o
Daya Tarik Fisik
Penelitian mengenai daya tarik
fisik (Dion & Dion, 1991; Hatfield & Sprecher, 1986; dalam Baron &
Byrne, 2008) menunjukkan bahwa sebagian besar orang percaya bahwa pria dan
wanita “yang menarik” menampilkan ketenangan, mudah bergaul, mandiri, dominan,
gembira, seksi, mudah beradaptasi, sukses, lebih maskulin (untuk pria) dan
lebih feminin (untuk wanita). Dalam hubungan interpersonal, orang cenderung
memilih berinteraksi dengan orang yang menarik dibandingkan dengan orang yang
tidak atau kurang menarik, karena orang yang menarik memiliki karakteristik
lebih positif. Pengalaman menunjukkan bahwa tidak semua orang yang memiliki
daya tarik fisik memiliki kepribadian seperti yang kita
perkirakan. Jadi, “don’t judge a book by its cover”.
c.
Faktor Interaksi
Ada dua hal yang menjadi pertimbangan pada faktor
interaksi, yakni persamaan-perbedaan (similarity-dissimilarity) dan
reciprocal liking.
o
Persamaan-perbedaan (similarity-dissimilarity)
Menyenangkan tentu saja,
ketika kita mengetahui bahwa orang yang ada di hadapan kita ternyata memiliki
kegemaran yang sama. Miller & Perlman (2009) mengemukakan bahwa sangat
menyenangkan ketika kita menemukan orang yang mirip dengan kita dan saling
berbagi asal-usul, minat, dan penga-laman yang sama. Semakin banyak persamaan,
semakin mereka saling menyukai. Penelitian Gaunt (2006) membuktikan bahwa
pasangan suami istri yang memiliki kepribadian yang hampir sama akan memiliki
pernikahan yang lebih bahagia daripada pasangan suami istri yang memiliki
kepribadian yang berbeda. Lain halnya dengan penelitian Jones (dalam Pines,
1999), bahwa ternyata perbedaan lebih menyenangkan daripada persamaan. Jones
menjelaskan bahwa kita merasa senang saat menemukan adanya hal yang mirip
dengan orang yang kita sukai, tetapi ternyata lebih menyenangkan saat kita
mengetahui bahwa pandangannya berbeda dengan yang kita miliki. Hal ini terjadi,
ketika menyukai seseorang yang memiliki opini berbeda dengan kita, kita
mengasumsikan bahwa orang tersebut menyukai kita apa adanya, dan bukan karena
opini kita. Keuntungan yang dapat diperoleh dari ber-interaksi dengan orang
yang memiliki sikap berbeda adalah kita lebih dapat belajar hal-hal yang baru
dan bernilai darinya (Kruglanski & Mayseless, 1987, dalam Pines, 1999).
o
Reciprocal Liking
Faktor lain yang juga
mempengaruhi ketertarikan kita kepada orang lain adalah bagaimana orang
tersebut menyukai kita. Secara umum, kita menyukai orang lain yang juga
menyukai kita, dan tidak menyukai orang lain yang juga tidak menyukai kita.
Dengan kata lain, kita memberikan kembali(reciprocate) perasaan
yang diberikan orang lain kepada kita (Dwyer, 2000). Dwyer menambahkan bahwa
pada dasarnya, ketika kita disukai orang lain, hal tersebut dapat meningkatkan self-esteem (harga
diri),membuat kita merasa bernilai, dan akhirnya mendapatkan positive
reinforcement.
3) - Model
Peran
Terdapat empat asumsi yang
mendasari pembelajaran bermain peran untuk mengembangkan perilaku dan
nilai-nilai social, yang kedudukannya sejajar dengan model-model mengajar
lainnya. Keempat asumsi tersebut sebagai berikut:
Secara implicit bermain peran
mendukung sustau situasi belajar berdasarkan pengalaman dengan menitikberatkan
isi pelajaran pada situasi ‘’di sini pada saat ini’’. Model ini percaya bahwa
sekelompok peserta didik dimungkinkan untuk menciptakan analogy mengenai
situasi kehidupan nyata. Tewrhadap analogy yang diwujudkan dalam bermain peran,
para peserta didik dapat menampilkan respons emosional sambil belajar dari
respons orang lain.
Kedua, bermain peran
memungkinkan para peserta didik untuk mengungkapkan perasaannya yang tidak
dapat dikenal tanpa bercermin pada orang lain. Mengungkapkan perasaan untuk
mengurangi beban emosional merupakan tujuan utama dari psikodrama (jenis
bermain peran yang lebih menekankan pada penyembuhan). Namun demikian, terdapat
perbedaan penekanan antara bermain peran dalam konteks pembelajaran dengan
psikodrama. Bermain peran dalam konteks pembelajaran memandang bahwa diskusi
setelah pemeranan dan pemeranan itu sendiri merupakan kegiatan utama dan
integral dari pembelajaran; sedangkan dalam psikodrama, pemeranan dan
keterlibatan emosional pengamat itulah yang paling utama. Perbedaan lainnya,
dalam psikodrama bobot emosional lebih ditonjolkan daripada bobot intelektual,
sedangkan pada bermain peran peran keduanya memegang peranan yang sangat
penting dalam pembelajaran.
Model bermain peran berasumsi
bahwa emosi dan ide-ide dapat diangkat ke taraf sadar untuk kemudian
ditingkatkan melalui proses kelompok. Pemecahan tidak selalu datang dari orang
tertentu, tetapi bisa saja muncul dari reaksi pengamat terhadap masalah yang
sedang diperankan. Dengan demikian, para peserta didik dapat belajar dari
pengalaman orang lain tentang cara memecahkan masalah yang pada gilirannya
dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya secara optimal. Dengan demikian,
para peserta didik dapat belajar dari pengalaman orang lain tentang cara
memecahkan masalah yang pada gilirannya dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan
dirinya secara optimal. Oleh sebab itu, model mengajar ini berusaha mengurangi
peran guru yang teralu mendominasi pembelajaran dalam pendekatan tradisional.
Model bermain peran mendorong peserta didik untuk turut aktif dalam pemecahan
masalah sambil menyimak secara seksama bagaimana orang lain berbicara mengenai
masalah yang sedang dihadapi.
-
Konflik
Konflik adalah adanya
pertentangan yang timbul di dalam seseorang (masalah intern) maupun dengan
orang lain (masalah ekstern) yang ada di sekitarnya. Konflik dapat berupad
perselisihan (disagreement), adanya keteganyan (the presence of tension), atau
munculnya kesulitan-kesulitan lain di antara dua pihak atau lebih. Konflik
sering menimbulkan sikap oposisi antar kedua belah pihak, sampai kepada mana
pihak-pihak yang terlibat memandang satu sama lain sebagai pengahalang dan
pengganggu tercapainya kebutuhan dan tujuan masing-masing.
Substantive conflicts merupakan perselisihan yang berkaitan dengan tujuan kelompok,pengalokasian sumber dalam suatu organisasi, distrubusi kebijaksanaan serta prosedur serta pembagaian jabatan pekerjaan. Emotional conflicts terjadi akibat adanya perasaan marah, tidak percaya, tidak simpatik, takut dan penolakan, serta adanya pertantangan antar pribadi (personality clashes). Dalam sebuah organisasi, pekerjaan individual maupun sekelompok pekerja saling berkait dengan pekerjaan pihak-pihak lain. Ketika suatu konflik muncul di dalam sebuah organisasi, penyebabnya selalu diidentifikasikan dengan komunikasi yang tidak efektif yang menjadi kambing hitam.
Substantive conflicts merupakan perselisihan yang berkaitan dengan tujuan kelompok,pengalokasian sumber dalam suatu organisasi, distrubusi kebijaksanaan serta prosedur serta pembagaian jabatan pekerjaan. Emotional conflicts terjadi akibat adanya perasaan marah, tidak percaya, tidak simpatik, takut dan penolakan, serta adanya pertantangan antar pribadi (personality clashes). Dalam sebuah organisasi, pekerjaan individual maupun sekelompok pekerja saling berkait dengan pekerjaan pihak-pihak lain. Ketika suatu konflik muncul di dalam sebuah organisasi, penyebabnya selalu diidentifikasikan dengan komunikasi yang tidak efektif yang menjadi kambing hitam.
-
Adequancy peran &
autentisitas dalam hubungan peran
Kecukupan perilaku yang
diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik
secara formal maupun secara informal. Peran didasarkan pada preskripsi (
ketentuan ) dan harapan peran yang menerangkan apa yang individu-individu harus
lakukan dalam suatu situasi tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan mereka
sendiri atau harapan orang lain menyangkut peran-peran tersebut.
4) - Intimacy dan Hubungan Pribadi
Pendapat beberapa ahli mengenai intimasi, di antara lain yaitu :
a) Shadily dan Echols (1990) mengartikan intimasi sebagai kelekatan
yang kuat yang didasarkan oleh saling percaya dan kekeluargaan.
b) Sullivan (Prager, 1995) mendefinisikan intimasi sebagai bentuk
tingkah laku penyesuaian seseorang untuk mengekspresikan akan kebutuhannya
terhadap orang lain.
c) Steinberg (1993) berpendapat bahwa suatu hubungan intim adalah
sebuah ikatan emosional antara dua individu yang didasari oleh kesejahteraan
satu sama lain, keinginan untuk memperlihatkan pribadi masing-masing yang
terkadang lebih bersifat sensitif serta saling berbagi kegemaran dan aktivitas
yang sama.
d) Levinger & Snoek (Brernstein dkk, 1988) merupakan suatu bentuk
hubungan yang berkembang dari suatu hubungan yang bersifat timbal balik antara
dua individu. Keduanya saling berbagi pengalaman dan informasi, bukan saja pada
hal-hal yang berkaitan dengan fakta-fakta umum yang terjadi di sekeliling
mereka, tetapi lebih bersifat pribadi seperti berbagi pengalaman hidup,
keyakinan-keyakinan, pilihan-pilihan, tujuan dan filosofi dalam hidup. Pada
tahap ini akan terbentuk perasaan atau keinginan untuk menyayangi,
memperdulikan, dan merasa bertangung jawab terhadap hal-hal tertentu yang
terjadi pada orang yang dekat dengannya.
e) Atwater (1983) mengemukakan bahwa intimasi mengarah pada suatu
hubungan yang bersifat informal, hubungan kehangatan antara dua orang yang
diakibatkan oleh persatuan yang lama. Intimasi mengarah pada keterbukaan
pribadi dengan orang lain, saling berbagi pikiran dan perasaan mereka yang
terdalam. Intimasi semacam ini membutuhkan komunikasi yang penuh makna
untuk mengetahui dengan pasti apa yang dibagi bersama dan memperkuat ikatan
yang telah terjalin. Hal tersebut dapat terwujud melalui saling berbagi dan
membuka diri, saling menerima dan menghormati, serta kemampuan untuk
merespon kebutuhan orang lain (Harvey dan Omarzu dalam Papalia dkk, 2001).
hubungan yang bersifat informal, hubungan kehangatan antara dua orang yang
diakibatkan oleh persatuan yang lama. Intimasi mengarah pada keterbukaan
pribadi dengan orang lain, saling berbagi pikiran dan perasaan mereka yang
terdalam. Intimasi semacam ini membutuhkan komunikasi yang penuh makna
untuk mengetahui dengan pasti apa yang dibagi bersama dan memperkuat ikatan
yang telah terjalin. Hal tersebut dapat terwujud melalui saling berbagi dan
membuka diri, saling menerima dan menghormati, serta kemampuan untuk
merespon kebutuhan orang lain (Harvey dan Omarzu dalam Papalia dkk, 2001).
` Intimasi
dapat dilakukan terhadap teman atau kekasih. Intimasi (elemen emosional :
keakraban, keinginan untuk mendekat, memahami kehangatan, menghargai,
kepercayaan). Intimasi mengandung pengertian sebagai elemen afeksi yang
mendorong individu untuk selalu melakukan kedekatan emosional dengan orang yang
dicintainya. Dorongan ini menyebabkan individu bergaul lebih akrab, hangat,
menghargai, menghormati, dan mempercayai pasangan yang dicintai, dibandingkan
dengan orang yang tidak dicintai. Mengapa seseorang merasa intim dengan orang
yang dicintai? Hal ini karena masing-masing individu merasa saling membutuhkan
dan melengkapi antara satu dan yang lain dalam segala hal. Masing-masing merasa
tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan dan kehadiran pasangan hidup sisinya.
B.
Cinta dan Perkawinan
1.
Memilih pasangan
Memiliki kriteria pasangan itu penting. Tapi
jangan sampai Anda menjadi pemilih. Pasalnya, hal itu hanya akan menyusahkan
Anda mendapatkan jodoh. Memilih pasangan memang diharuskan. Namun saat Anda
menjadi pemilih, justru akan menjadi bomerang tersendiri
Berikut yang saya perhatikan saat melihat seseorang
untuk dijadikan pasangan:
·
Seiman: Memiliki pasangan yang mempunyai arah dan
tujuan yang sama merupakan suatu hal yang sangat penting bagi saya dalam
menjalankan sebuah hubungan. Karena dengan dasar sama, akan memudahkan kita
dalam berhubungan.
·
Cinta Keluarga: Bagi saya, jika pasangan saya
mencintai saya, dia harus mencintai pula keluarga saya; mama, papa dan adik
saya.
·
Materi: Kebanyakan wanita memilih pria yang lebih
berhasil dari mereka. Tapi justru yang didapat sebaliknya. Yang terpenting
sebenarnya adalah pasangan kita mampu memenuhi kebutuhan dasar dan bisa bertanggung jawab.
·
Penampilan: Siapa yang tak suka dengan pria tampan.
Ya, semua wanita tentu saja mendambakannya. Tapi pria dengan penampilan menarik
belum tentu punya sifat yang baik. Jadi jangan melihat dari penampilan luar
saja, tapi jugakepribadian.
2.
Hubungan dalam
perkawinan
Dawn J. Lipthrott, LCSW, seorang psikoterapis dan
juga marriage and relationship
educator and coach, dia mengatakan bahwa ada lima tahap perkembangan
dalam kehidupan perkawinan.
Tahap pertama: Romantic Love. Saat ini adalah saat Anda dan pasangan merasakan
gelora cinta yang menggebu-gebu. Ini terjadi di saat bulan madu pernikahan.
Anda dan pasangan pada tahap ini selalu melakukan kegiatan bersama-sama dalam
situasi romantis dan penuh cinta.
Tahap kedua: Dissapointment
or Distress. Di tahap ini pasangan suami istri kerap saling menyalahkan,
memiliki rasa marah dan kecewa pada pasangan, berusaha menang atau lebih benar
dari pasangannya. Terkadang salah satu dari pasangan yang mengalami hal ini
berusaha untuk mengalihkan perasaan stres yang memuncak dengan menjalin
hubungan dengan orang lain, mencurahkan perhatian ke pekerjaan, anak atau hal
lain sepanjang sesuai dengan minat dan kebutuhan masing-masing. Tahapan ini
bisa membawa pasangan suami-istri ke situasi yang tak tertahankan lagi terhadap
hubungan dengan pasangannya. Banyak pasangan di tahap ini memilih
berpisah dengan pasangannya.
Tahap ketiga: Knowledge and Awareness. Tahap ini akan lebih memahami
bagaimana posisi dan diri pasangannya. Pasangan ini juga sibuk menggali
informasi tentang bagaimana kebahagiaan pernikahan itu terjadi. Pasangan yang
sampai di tahap ini biasanya senang untuk meminta kiat-kiat kebahagiaan rumah
tangga kepada pasangan lain yang lebih tua atau mengikuti seminar-seminar dan
konsultasi perkawinan.
Tahap keempat: Transformation. Suami istri di tahap ini akan mencoba tingkah
laku yang berkenan di hati pasangannya. Anda akan membuktikan untuk
menjadi pasangan yang tepat bagi pasangan Anda. Dalam tahap ini sudah
berkembang sebuah pemahaman yang menyeluruh antara Anda dan pasangan dalam
mensikapi perbedaan yang terjadi. Saat itu, Anda dan pasangan akan saling
menunjukkan penghargaan, empati dan ketulusan untuk mengembangkan kehidupan
perkawinan yang nyaman dan tentram.
Tahap kelima: Real Love. Pasangan pada tahap ini akan kembali
dipenuhi dengan keceriaan, kemesraan, keintiman, kebahagiaan, dan kebersamaan
dengan pasangan. Waktu yang dimiliki oleh pasangan suami istri seolah digunakan
untuk saling memberikan perhatian satu sama lain. Suami dan istri semakin
menghayati cinta kasih pasangannya sebagai realitas yang menetap. Real love
sangatlah mungkin untuk Anda dan pasangan jika Anda berdua memiliki keinginan
untuk mewujudkannya. Real love tidak bisa terjadi dengan sendirinya tanpa
adanya usaha Anda berdua.
3.
Penyesuaian dan
pertumbuhan dalam perkawinan
Perkawinan tidak berarti mengikat pasangan
sepenuhnya. Dua individu ini harus dapat mengembangkan diri untuk kemajuan
bersama. Keberhasilan dalam perkawinan tidak diukur dari ketergantungan
pasangan. Perkawinan merupakan salah satu tahapan dalam hidup yang pasti
diwarnai oleh perubahan. Dan perubahan yang terjadi dalam sebuah perkawinan,
tidak sederhana. Perubahan yang terjadi dalam perkawinan banyak terkait dengan
terbentuknya relasi baru sebagai satu kesatuan serta terbentuknya hubungan
antar keluarga kedua belah pihak.
Relasi yang diharapkan dalam sebuah perkawinan
tentu saja relasi yang erat dan hangat. Tapi karena adanya perbedaan kebiasaan
atau persepsi antara suami-istri, selalu ada hal-hal yang dapat menimbulkan
konflik.
Pada dasarnya, diperlukan penyesuaian diri dalam
sebuah perkawinan, yang mencakup perubahan diri sendiri dan perubahan
lingkungan. Bila hanya mengharap pihak pasangan yang berubah, berarti kita
belum melakukan penyesuaian.
Banyak yang bilang pertengkaran adalah bumbu dalam
sebuah hubungan. Bahkan bisa menguatkan ikatan cinta. Hanya, tak semua pasangan
mampu mengelola dengan baik sehingga kemarahan akan terakumulasi dan berpotensi
merusak hubungan.
4.
Perceraian dan
pernikahan kembali
Psikolog Azin Nasseri mengatakan, "Tingginya
angka perceraian lebih banyak berkaitan dengan cara pasangan menghadapi
konflik. Kurangnya kemampuan dan pengetahuan mengenai cara membangun hubungan
yang sehat. Termasuk cara memahami dinamika cinta yang alami terjadi."
Kalau saja pasangan mampu dan berkomitmen mengatasi
konflik yang membuat mereka merasa kesepian, juga memutuskan untuk mengatasi
rasa takut, marah dan penolakan, mereka bisa melewati fase ini lebih baik.
Pasangan pun akan memiliki komitmen baru dalam hubungan, dan memiliki apresiasi
lebih tinggi juga cinta pada pasangannya.
Disebutkan pula dalam Alkitab pada Markus 10:11-12,
10:11 Lalu kata-Nya kepada mereka:
"Barangsiapa menceraikan isterinya lalu kawin dengan perempuan lain, ia
hidup dalam perzinahan terhadap isterinya itu.
10:12 Dan jika si isteri menceraikan suaminya dan
kawin dengan laki-laki lain, ia berbuat zinah."
5.
Alternative selain
pernikahan
Segi Positif:
Lebih mendekatkan diri dengan Tuhan. Contohnya pada
umat Nasrani, menjadi Pastor atau Suster, dalam agama Budha menjadi seorang
Biksu.
Segi Negatif:
Kumpul Kebo (Tinggal dalam satu rumah tanpa ikatan
pernikahan dan melakukan hubungan layaknya suami istri).
C. Pekerjaan dan Waktu Luang
1.
Menceritakan karakteristik pribadi kalian dan
karakteristik pekerjaan dalam memilih pekerjaan yang cocok untuk kalian.
Karakteristik
pribadi : Saya mudah terpengaruh dengan perkataan orang lain, dan sering
tergantung dengan orang lain. Saya anak yang masih bisa
dibilang manja/ kurang mandiri. Saya tidak suka jika punya masalah sama orang,
kalau masalah itu mengganggu saya secepat mungkin saya bicarakan dengan orang
yg bersangkutan agar masalahnya cepat terselesaikan. saya suka melakukan hal
sesuatu yg berhubungan dengan gadget
Pekerjaan yang cocok untuk saya mungkin
pekerjaan dibelakang computer. Seperti bekerja di perkantoran dalam suatu
perusahaan. Karna disitu saya tidak akan sendiri dan ada bnyak rekan-rekan
kerja di sekitar saya.
2. Menceritakan bagaimana kalian menggunakan waktu luang secara
positif.
Biasanya saya
menggunakan waktu luang saya dengan beristirahat dirumah seharian. Karna kalau
hari -hari masuk kuliah saya kurang istirahat, dan tidak bisa tidur siang. Berjalan-jalan
atau berkumpul dengan teman dan keluarga.
sumber:
cerita pribadi penulis
Jalaluddin Rakhmat (1998 Hall, S Clvin., Lindzey, Gardner., (2009). Teori-teori psikodinamika,
Hall, S Clvin., Lindzey, Gardner., (2009). Teori-teori psikodinamika, Yogyakarta:kanisius
Comments
Post a Comment