Kesehatan Mental (tugas 3)
A.
Penyesuaian Diri & Pertumbuhan
1. Penyesuaian Diri
Dalam kenyataannya, tidak
selamanya individu akan
berhasil dalam melakukan penyesuaian diri,
hal itu disebabkan adanya rintangan
atau hambatan tertentu yang menyebabkan individu
tidak mampu menyesuaikan diri secara optimal.
Hambatan-hambatan tersebut dapat bersumber
dari dalam diri individu ataupun diluar diri
individu. Dalam hubungannya dengan hambatan-hambatan
tersebut, ada individu-individu yang
mampu melakukan penyesuaian diri secara tepat dan juga
ada individu yang melakukan penyesuaian diri secara kurang tepat.
Penyesuaian diri dalam
bahasa aslinya dikenal dengan istilahadjusmentatau personal adjusment.
Penyesuaian diri dapat ditinjau dari tiga sudut pandang,(Schneiders dalam Ali,
2005: 173-175) yaitu:
1.
Penyesuaian diri sebagai adaptasi (adaptation), pada
mulanya penyesuaian diri diartikan sama dengan
adaptasi, padahal adaptasi ini pada umumnya
lebih mengarah pada penyesuaian diri dalam
arti fisik, fisiologis atau biologis.
2.
Penyesuaiandiri sebagai bentuk konformitas (conformity), penyesuaian diri juga
diartikan sama dengan penyesuaian yang
mencakup konformitas terhadap suatu norma.
Pemaknaan penyesuaian diri sebagai suatu usaha
konformitas, menyiratkan bahwa disana individu
seakan-akan mendapat tekanan kuat untuk
harus selalu
mampu menghindarkan diri dari penyimpangan
perilaku, baik secara moral, sosial, maupun emosional.
3.
Penyesuaiandiri sebagai usaha penguasaan (mastery), penyesuaian diri
diartikan sebagai
usaha penguasaan, yaitu
kemampuan untuk merencanakan dan
mengorganisasikan respons dalam cara-cara tertentu
sehingga konflik-konflik, kesulitan dan frustasi tidak terjadi.
Penyesuaian diri merupakan faktor yang penting dalam kehidupan manusia.
Istilah ”penyesuaian” mengacu pada seberapa jauhnya kepribadian seorang
individu berfungsi secara efisien dalam masyarakat (Hurlock, 2006). Individu
menyesuaikan kepribadian yang dimiliki dalam bertingkahlaku sesuai dengan norma
di masyarakat. Salah satu ciri pokok dari kepribadian yang sehat ialah memiliki
kemampuan untuk mengadakan penyesuaian diri secara harmonis, baik terhadap diri
sendiri maupun terhadap lingkungannya (Kartono, 2007). Misalnya orang yang
ketika pensiun aktif mengikuti kegiatan sosial karena ia memiliki sifat suka
menolong orang lain akan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Schneiders (1999) menyatakan penyesuaian diri adalah usaha yang mencakup
respon mental dan tingkah laku individu, yaitu individu berusaha keras agar
mampu mengatasi konflik dan frustrasi karena terhambatnya kebutuhan dalam
dirinya, sehingga tercapai keselarasan dan kehar-monisan dengan diri atau
lingkungannya. Konflik dan frustrasi muncul karena individu tidak dapat
menyesuaikan diri dengan masalah yang timbul pada dirinya.
Konsep Penyesuaian Diri yang baik
Penyesuaian
dapat diartikan sebagai adaptasi atau mempertahankan eksistensinya
dengan kata lain bertahan dan memperoleh kesejahteraan jasmaniah dan
rohaniah, dan dapat mengadakan relasi yang memuaskan dengan tuntutan sosial.
Penyesuaian dapat juga diartikan sebagai konformitas, yang berarti menyesuaikan
sesuatu dengan standar atau prinsip. Penyesuaian sebagai penguasaan, yaitu
memiliki kemampuan untuk membuat rencana dan mengorganisasi respons-respons
sedemikian rupa, sehingga bisa mengatasi segala macam konflik, kesulitan, dan
frustrasi-frustrasi secara efisien. Ada dua macam orang yaitu
·
mereka yang
sehat adalah dapat menyesuaikan diri dengan baik, memiliki
respons-respons yang matang, efisien, memuaskan, menerima dan bereaksi sehat
terhadap lingkungan dan sehat jasmani rohani.
·
orang
yang neurotic adalah orang yang sangat tidak efisien, gelisah, tidak matang
emosional dan tidak pernah menangani tugas-tugas secara lengkap.
2.
Pertumbuhan Personal
a. Penekanan Pertumbuhan
Pertumbuhan
adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan
fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada anak yang sehat pada
waktu yang normal. Pertumbuhan dapat juga diartikan sebagai proses transmisi
dari konstitusi fisik (keadaan tubuh atau keadaan jasmaniah) yang herediter
dalam bentuk proses aktif secara berkesinambungan. Jadi, pertumbuhan berkaitan
dengan perubahan kuantitatif yang menyangkut peningkatan ukuran dan struktur
biologis.
Secara
umum konsep perkembangan dikemukakan oleh Werner (1957) bahwa perkembangan
berjalan dengan prinsip orthogenetis, perkembangan berlangsung dari keadaan
global dan kurang berdiferensiasi sampai keadaan dimana diferensiasi,
artikulasi dan integrasi meningkat secara bertahap. Proses diferensiasi
diartikan sebagai prinsip totalitas pada diri anak. Dari penghayatan totalitas
itu lambat laun bagian-bagiannya akan menjadi semakin nyata dan bertambah jelas
dalam kerangka keseluruhan.
Penyesuaian diri dan pertumbuhan
Pengertian
penyesuaian diri adalah proses yang diharapi oleh individu dalam mengenal
lingkungan yang baru. Menurut Schneider (dalam Partosuwido, 1993) penyesuaian
diri merupakan kemampuan untuk mengatasi tekanan kebutuhan, frustrasi dan
kemampuan untuk mengembangkan mekanisme psikologis yang tepat. Menurut Callhoun
dan Acocella (dalam Sobur, 2003), penyesuaian dapat didefenisikan sebagai
interaksi individu yang kontinu dengan diri individu sendiri, dengan orang
lain, dan dengan dunia individu. Menurut pandangan para ahli diatas, ketiga
faktor tersebut secara konstan mempengaruhi individu dan hubungan tersebut
bersifat timbal balik mengingat individu secara konstan juga mempengaruhi kedua
faktor lain.
b. Variasi
Dalam Pertumbuhan
Pertumbuhan
yang di alami dan terjadi pada diri individu bervariasi, pastitidaklah sama antara
individu yang satu dengan yang lain. Dan tidak selamanya individu
berhasil dalam melakukan penyesuaian diri, karena terkadang ada rintangan-rintangan tertentu yang menyebabkan tidak
berhasil melakukan penyesuaian diri. Rintangan-rintangan itu mungkin terdapat
dalam dirinya atau mungkin diluar dirinya. Hal ini yang menyebabkan mengapa
adanya variasi dalam pertumbuhan. Variasi Pertumbuhan mencakup Kematangan
emosional, kematangan intelektual, kematangan sosial dan Tanggung jawab dalam
hubungan intrapersonal.
c. Kondisi-kondisi
untuk tumbuh
Faktor
lainnya yang memengaruhi proses penyesuaian diri individu yaitu kondisi untuk tumbuh
dimana dapat dilihat dari jawaban atas pertanyaan “dimana dan
seperti apa kondisi individu untuk tumbuh?”
Lingkungan
yang berbeda akan menimbulkan kondisi individu untuk bertumbuh
yang berbeda, sehingga menyebabkan penyesuaian diri untuk kondisi lingkungan
untuk tumbuh itu juga akan berbeda. Misalkan lingkungan dengan kondisi yang
serba berkecukupan, kasih sayang yang diberikan orang tua berlimpah, pola asuh
yang demokratis yang diterapkan oleh orang tua juga akan menciptakan
penyesuaian diri dengan kondisi bertumbuh yang berbeda dengan kondisi
lingkungan dimana kebutuhan ekonomi terkecukupi dengan baik, tetapi kasih
sayang yang diberikan dari orang tua ke individu tersebut kurang serta adanya
perasaan bahwa dia diabaikan oleh orang tua nya. Walaupun dari tingkat yang
sama dilihat dari ekonomi yang setingkat, akan tetapi banyak faktor lain yang
membuat penyesuaian diri pada individu menjadi lebih kompleks. Apalagi jika
dibandingkan dengan tingkat ekonomi yang jauh lebih rendah, maka penyesuaian
diri sesuai dengan kondisi lingkungan tumbuh yang lain pun akan berbeda untuk
mengatasi berbagai persoalan hidup yang pelik ini.
Ada
beberapa kondisi yang memberi pengaruh besar bagi pertumbuhan diri, yaitu:
perubahan
fisik dan lingkungan, peristiwa hidup yang signifikan, perubahan dalam diri
individu, serta kehidupan pribadi. Tiga fase dalam mengawali pengalaman
bertumbuh :
·
Menyatakan
(perlu/ adanya/ mesti) perubahan
·
Merasakan
adanya situasi yang terganggu atau ketidakpuasan seperti: rasa khawatir, cemas,
dan tidak nyaman .Menata ulang pengalaman, dengan memulai persepsi baru dan
penerimaan diri Kierkegaard: “Dalam hidup sangatlah penting untuk memahaminya
dengan kembali ke belakang, tetapi kita haruslah tetap hidup dengan pandangan
ke depan”
Faktor
yang mempengaruhi Pertumbuhan
1) Faktor
Biologis/genetis
Semua
manusia normal dan sehat pasti memiliki anggota tubuh yang baik seperti tangan,
kaki, kepala, dan lain lain. Hal ini dapat menjelaskan bahwa beberapa kesamaan
dalam kepribadian dan perilaku. Namun ada juga warisan biologis yang bersifat
khusus yang dilihat dari masa konsepsi, bersifat tetap atau tidak berubah
sepanjang kehidupannya, menentukan beberapa karakteristik seperti jenis
kelamin, ras, warna rambut, warna mata, pertumbuhan fisik, sikap tubuh dan
beberapa keunikan psikologis seperti tempramen, potensi genetik yang bermutu
hendaknya dapat berinteraksi dengan lingkungan secara positif sehingga
diperoleh hasil akhir yang optimal.
2) Faktor
Geografis
Setiap
lingkungan fisik yang baik akan membawa kebaikan pula pada penghuninya.
Sehingga menyebabkan hubungan antar individu bisa berjalan dengan baik dan
menimbulkan kepribadian setiap individu yang baik juga. Namun jika lingkungan
fisiknya kurang baik dan tidak adanya hubungan baik dengan individu yang lain,
maka akan tercipta suatu keadaan yang tidak baik pula.
3) Faktor
Kebudayaan
Khusus
perbedaan kebudayaan dapat mempengaruhi kepribadian anggotanya. Namun, tidak
berarti semua individu yang ada didalam masyarakat yang memiliki kebudayaan
yang sama juga memiliki kepribadian yang sama juga.
Dari
semua faktor-faktor di atas pengaruh dari lingkungan seperti keluarga, maupun
masyarakat
akan memberikan dampak pertumbuhan bagi individu. Seiring berjlanannya waktu
maka terbentuklah individu yang sesuai dan dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan sekitar.
d. Fenomenalogi
Pertumbuhan
Fenomenologi
memandang manusia hidup dalam “dunia kehidupan” yang dipersepsi dan
diinterpretasi secara subyektif. Setiap, orang mengalami dunia dengan caranya
sendiri. “Alam pengalaman setiap orang berbeda dari alam pengalaman orang
lain.” (Brouwer, 1983). Fenomenologi banyak mempengaruhi tulisan – tulisan
Carl Rogers.
Carl
Roger (1961) menyebutkan 3 aspek yang memfasilitasi pertumbuhan personal dalam
suatu hubungan :
·
Keikhlasan
kemampuan untuk menyadari perasaan sendiri, atau menyadari kenyataan.
·
Menghormati
keterpisahan dari orang lain tanpa kecuali, dan
·
Keinginan
yang terus menerus untuk memahami atau berempati terhadap orang lain.
Dalam
tulisan-tulisan carl roger terdapat fenomenologi.
1. “Tiap
individu ada dalam dunia pengalaman yang selalu berubah, dimana dia menjadi
pusatnya”
2. "Individu
bereaksi terhadap medan sebagaimana medan itu dialami dan diamatinya. Bagi
individu dunia pengamatan ini adalah kenyataan (realitas)“
3. “Individu
bereaksi terhadap medan phonomenal sebagai keseluruhan yang terorganisasi
(organized whole)“
4. “Organisme
mempunyai satu kecenderungan dan dorongan dasar, yaitu mengaktualisasikan,
mempertahankan, dan mengembangkan diri.“
5. “Pada
dasarnya tingkah laku itu adalah usaha individu yang berarah tujuan (goal
directed, doelgericht), yaitu untuk memuaskan kebutuhan –kebutuhan sebagaiana
dialaminya, dalam medan sebagaimana diamatainya.“
B.
Stress
1.
Pengertian Stress
Stress adalah bentuk
ketegangan dari fisik, psikis, emosi maupun mental. Bentuk ketegangan ini
mempengaruhi kinerja keseharian seseorang. Bahkan stress dapat membuat
produktivitas menurun, rasa sakit dan gangguan-gangguan mental. Pada dasarnya,
stress adalah sebuah bentuk ketegangan, baik fisik maupun mental. Sumber stress
disebut dengan stressor dan ketegangan yang di akibatkan karena stress, disebut
strain.
Menurut Robbins (2001)
stress juga dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang menekan keadaan psikis
seseorang dalam mencapai suatu kesempatan dimana untuk mencapai kesempatan
tersebut terdapat batasan atau penghalang. Dan apabila pengertian stress dikaitkan
dengan penelitian ini maka stress itu sendiri adalah suatu kondisi yang
mempengaruhi keadaan fisik atau psikis seseorang karena adanya tekanan dari
dalam ataupun dari luar diri seseorang yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja
mereka.
Menurut Woolfolk dan
Richardson (1979) menyatakan bahwa adanya system kognitif, apresiasi stress
menyebabkan segala peristiwa yang terjadi disekitar kita akan dihayati sebagai
suatu stress berdasarkan arti atau interprestasi yang kita berikan terhadap
peristiwa tersebut, dan bukan karena peristiwa itu sendiri.Karenanya dikatakan
bahwa stress adalah suatu persepsi dari ancaman atau dari suatu bayangan akan
adanya ketidaksenangan yang menggerakkan, menyiagakan atau mambuat aktif
organisme.
Sedangkan menurut
Handoko (1997), stress adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi,
proses berpikir dan kondisi seseorang. Stress yang terlalu besar dapat
mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungannya.
2.
Efek – Efek dari Stress
Stress dapat menimbulkan dampak-dampak
negative, seperti menganggu proses berpikir, mengurangi konsentrasi, dan
menganggu proses pembuatan keputusan (Kaplan, 1996). Stress juga dapat
mengakibatkan efek-efek subyektif (seperti kelelahan, harga diri meurun), efek
tingkah laku (misalnya hilang nafsu makan dan tidak tenang), efek fisiologis
(tekanan darah meningkat, kesulitan bernafas) dan efek kognitif (seperti
kesulitan berkonsentrasi) (Cardwell, 1996).
3.
Faktor – Faktor Penyebab Stress
Stress merupakan salah satu gejala yang memiliki faktor-faktor
penyebab,dan akan diuraikan secara singkat faktor individual & sosial yang
menjadi penyebab stress dibawah ini.
1)
Faktor social
Selain peristiwa penting, ternyata tugas rutin sehari-hari juga
berpengaruh terhadap kesehatan jiwa, seperti kecemasan dan depresi. Dukungan
sosial turut mempengaruhi reaksi seseorang dalam menghadapi stres. Dukungan
sosial mencakup : Dukungan emosional (seperti rasa dikasihi), dukungan nyata
(seperti bantuan atau jasa) dan dukungan informasi (misalnya nasehat dan
keterangan mengenai masalah tertentu).
2)
Faktor Individual
Takala seseorang menjumpai stresor dalam lingkungannya, ada dua
karakteristik pada stresor tersebut yang akan mempengaruhi reaksinya terhadap
stresor itu yaitu: Berapa lamanya (duration) ia harus
menghadapi stresor itu dan berapa terduganya stresor itu (predictability).
Menurut Anatan & Ellitan (2009) adapun faktor-faktor penyebab stres
meliputi :
1.
Stresor dari luar organisasi (extra organizational stresor )
yang meliputi perubahan sosial dan teknologi yang mengakibatkan perubahan life styleindividu, perubahan ekonomi dan finansial
yang mempengaruhi pola kerja individu, mencari the
second job.
2.
Stresor dari dalam organisasi (organizational stresor)
yang meliputi kondisi kebijakan, strategi administrasi, struktur dan desain
organisasi, proses organisasi dan kondisi lingkungan kerja.
3.
Stresor dari kelompok dalam organisasi (group stresor) yang
muncul akibat kurangnya kesatuan dalam pelaksanaan tugas kerja terutama terjadi
pada level bawah, kurangnya dukungan dari atasan dalam melaksanakan tugas yang
dibebankan, munculnya konflik antar personal, interpersonal, dan antar
personal.
4.
Stresor dari dalam diri individu (individu stresor)
yang muncul akibatrole ambiguity dan konflik.
Seperti beban kerja yang terlalu berat dan kurangnya pengawasan pihak
perusahaan.
4.
Tipe – Tipe Stress
Menurut Hans Selya membagi stress membagi stress dalam 3 tingkatan,yaitu
:
1.
Eustress adalah respon stress ringan
yang menimbulkan rasa bahagia, senang, menantang, dan menggairahkan. Dalam hal
ini tekanan yang terjadi bersifat positif, misalnya lulus dari ujian, atau
kondisi menghadapi suatu perkawinan.
2.
Distress merupakan respon stress yang
buruk dan menyakitkan sehingga tak mampu lagi diatasi. Sebagai contoh:
pertengkaran, kematian pasangan hidup, dan lain-lain.
3.
Optimal stress atau Neustress adalah
stress yang berada antara eustress dan distres, merupakan respon stress yang
menekan namun masih seimbang untuk menghadapi masalah dan memacu untuk lebih
bergairah, berprestasi, meningkatkan produktivitas kerja dan berani bersaing.
Ada beberapa tipe-tipe stressor psikologis (dirangkum dari folkman,
1984; Coleman,dkk,1984 serta Rice, 1992) yaitu :
1.
Tekanan (pressures)
Tekanan terjadi karena adanya suatu tuntutan untuk mencapai sasaran atau
tujuan tertentu maupun tuntutan tingkah laku tertentu. Secara umum tekanan
mendorong individu untuk meningkatkan performa, mengintensifkan usaha atau
mengubah sasaran tingkah laku. Tekanan sering ditemui dalam kehidupan
sehari-hari dan memiliki bentuk yang berbeda-beda pada setiap individu. Tekanan
dalam beberapa kasus tertentu dapat menghabiskan sumber-sumber daya yang
dimiliki dalam proses pencapaian sasarannya, bahkan bila berlebihan dapat
mengarah pada perilaku maladaptive. Tekanan dapat berasal dari sumber internal
atau eksternal atau kombinasi dari keduanya. Tekanan internal misalnya adalah
sistem nilai, self esteem, konsep diri dan
komitmen personal. Tekanan eksternal misalnya berupa tekanan waktu atau
peranyang harus dijalani seseorang, atau juga dpat berupa kompetisi dalam
kehidupan sehari-hari di masyarakat antara lain dalam pekerjaan, sekolah dan
mendapatkan pasangan hidup.
2.
Frustasi
Frustasi dapat terjadi apabila usaha individu untuk mencapai sasaran
tertentu mendapat hambatan atau hilangnya kesempatan dalam mendapatkan hasil
yang diinginkan. Frustasi juga dapat diartikan sebagai efek psikologis terhadap
situasi yang mengancam, seperti misalnya timbul reaksi marah, penolakan
maupun depresi.
3.
Konflik
Konflik terjadi ketika individu berada dalam tekanan dan merespon
langsung terhadap dua atau lebih dorongan, juga munculnya dua kebutuhan maupun
motif yang berbeda dalam waktu bersamaan.
5.
Pengalaman stress dan cara menanganinya
Saya pernah mengalami
stress namun hanya stress ringan, seperti kalau kebanyakan tugas, ada masalah
keluarga atau masalah dengan pacar. Cara menanganinya saya mungkin mencurahkan
isi hati saya dengan teman/sahabat dan meminta masukan mereka. Karena dengan
cerita saya bisa sedikit merasa tenang, atau dengan cara berdoa. Ketika merasa
jenuh dengan tugas/ maslaah kuliah agar tidak terlalu stress menanganinya
ambilah sela-sela waktu untuk refreshing, jalan-jalan dengan teman.
sumber :
sumber :
Samiun, Y. (2006). Kesehatan Mental 1. Yogyakarta:
Kanisius.
Ali, M. & Asrori, M. (2005). Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : PT Bumi Aksara.
Ali, M. & Asrori, M. (2005). Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : PT Bumi Aksara.
Comments
Post a Comment